Example 728x250

Gema Rindu dari Pesisir Luaor

Cakrawala9.com, Majene – Di Teluk mandar lekuk Pamboang, tergores sebuah sketsa nama kampung “Luaor” bahagian dari Wilayah admistratif pemerintahan  Paqbicara Bonde di era Kerajaan Pamboang yang dulu terkenal Demokratis karena Rajanya di tentukan Oleh Hadat.

Sebuah pesisir yang bukan sekadar daratan, melainkan rahim yang melahirkan para pelaut ulung. Di sinilah denyut nadi samudra terasa begitu dekat, di mana darah para lelakinya adalah desiran ombak dan napas mereka adalah angin.

Kini, riak ombaknya mungkin masih sama, namun ia menyimpan sebuah elegi  kerinduan mendalam pada masa yang telah berlayar pergi.

Dahulu, pada era keemasan di tahun 70-an hingga 90-an, nama Luaor harum oleh aroma khas yang menguar di udara ” Ikan Bambangan”. Ia bukan sekadar ikan kering biasa. Ia adalah stempel kebanggaan, pusaka kuliner Tanah Mandar yang tak tertandingi. Ada pepatah yang berbisik, “Kurang afdal rasanya menginjakkan kaki di tanah Mandar tanpa pernah merasakan gurihnya ikan Bambangan.”

Namun, kelezatan itu kini telah raib. Gurihnya yang melegenda itu kini senyap, hanya menjadi cerita pengantar tidur. Ia hilang, berlayar menuju kenangan, bersama sang armada bercadik yang tak kalah melegenda Perahu Pakur.

Pakur adalah mahakarya bahari. Ia terlahir di era yang hampir bersamaan dengan Sandeq, namun takdirnya berbeda. Sandeq saat ini menjadi ikon Litaq Mala’biq Sulawesi Barat bahkan di dada para ASN pin-nya disematkan. Jika Sandeq adalah penari pesisir, maka Pakur adalah penjelajah samudra lepas. Pakur tidak pernah bermetamorfosis; seperti seperti apa yang di sampaikan oleh orang-orang ia adalah entitasnya sendiri, sebuah jembatan diaspora yang kokoh.

Dengan haluan yang gagah, Perahu Pakurlah yang membelah ombak, mengantar jiwa-jiwa petualang asal Luaor melintasi lautan. Mereka berdiaspora, menancapkan jangkar di dermaga  Panarukan, Banyuwangi, Pasuruan, Samarinda, Balik Papan hingga Pulau Sepekan di Madura. Jejak mereka terukir abadi, bukan hanya pada sejarah, tapi pada dialek kental Luaor yang masih menggema dan juga masih terdengar lantang  di pulau-pulau Pangkep bahkan sampai yang berbatasan dengan Bali.

Namun, keberanian itu selalu meminta bayaran.

Tanyakanlah pada Pulau Lerelerekang, pulau sengketa yang bisu itu. Di sana, di pulau tak bertuan  menjadi saksi diam, tertancapnya pusara-pusara indah sawii Pakur yang bukan sekadar batu nisan; namun sebuah monumen keberanian para Sawi Pakur. Mereka adalah pahlawan yang meregang nyawa di tengah ganasnya lautan, menukar hidup demi sesuap nasi untuk anak istri yang menanti di kampung halaman.

Di balik pelaut ulung, selalu ada penenun rindu Lipaq Sa’be (Sarung Sutra) yang tangguh, di setiap tarikannya menghasilkan nada sendu. Istri para Sawi Pakur adalah pilar-pilar keteguhan.

Mereka adalah perwujudan sejati dari “budaya siwaliparriq” yang kini menjadi bahagian dari Visi-Misi Bupati dan Wakil Bupati Majene—filosofi saling menjaga, saling menguatkan, dan saling menopang dalam penantian.

Saat sang suami berangkat mengandalkan angin timur, para istri ini tidak diam dalam duka. Tangan-tangan terampil mereka menenun sutra, helai demi helai, merajut harapan. Mereka beternak, mengelola kebun, dan menjaga api di rumah tetap menyala asap tetap mengepul, sembari mengasuh anak-anak yang kerap bermain di tepian pantai.

Setiap hari, mata-mata kecil itu memandang garis bumi, menanti satu titik di ufuk, menanti siluet perahu sang bapak yang akan pulang dibawa hembusan angin barat.

Kehidupan mereka sederhana, namun kaya akan nilai. Sifat kegotongroyongan begitu kental. Mereka saling bantu dalam segala hal, dalam suka maupun duka.

Kini, Luaor telah berubah. Ikan Bambangan dan Perahu Pakur mungkin telah menjadi penggalan cerita. Namun, kerinduan akan masa itu membekas abadi di hati generasi yang pernah menyaksikannya. Ia adalah warisan tak ternilai—sebuah kisah tentang keberanian menaklukkan samudra, ketangguhan menahan rindu, dan cinta yang diukir oleh ombak di hati setiap insan masyarakat Luaor.

 

Luaor, Jumat 07 Nopember 2025

Oleh : Muhammad Fauzan, S.T. S.Sos., M.Si.
(Kabid Pemdes DPMD Kab. Majene)

Example 728x250 Example 728x250 Example 728x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *